Kurang Diperhatikan, Daerah Perbatasan Tertinggal
Kurang Diperhatikan, Daerah
Perbatasan Tertinggal
Hingga
saat ini tak dipungkiri bila masih banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat
perbatasan diberbagai segi. Baik dari segi infrastruktur, pendidikan, ekonomi,
kesehatan, akses informasi, kriminal dan masih banyak lagi. Termasuk yang saat
ini dialami masyarakat di perbatasan Jagoi Babang (Bengkayang). Masalah
tersebut secara kasat mata dapat dilihat ketika kita mengunjungi daerah paling
ujung di Kabupaten Bengkayang itu.
Jalan
berlobang yang membentuk kubangan dapat kita temui dari mulai dari Kecamatan
Sanggau Ledo hingga Jagoi, Bangunan kosong tanpa diisi SDM-nya. Di Kecamatan
Siding, sebagian besar masyarakat lebih mengandalkan akses transportasi sungai
dibanding jalur darat hal yang disebabkan karena tak dimilikinya jalan yang
memadai (masih berupa tanah merah). Masih pada kecamatan yang sama, anak-anak
usia sekolah lebih memilih membantu orang tuanya bekerja dibanding harus
berangkat menuju bangku sekolah karena selain sulitnya mengakses sekolah,
minimnya tenaga pengajar, juga disebabkan karena masih minimnya pengetahuan
masyarakat setempat akan pentingnya dunia pendidikan. Di Bidang kesehatan,
menurut pengakuan petugas Puskesmas setempat (Jagoi), masyarakat lebih memilih
berobat ke Bau (Malaysia) dibanding ke RSUD Bengkayang, selain karena jaraknya
yang dekat, juga karena fasilitas yang mendukung. Lebih parah lagi, anggota
DPRD Bengkayang, Egarius yang juga berasal dari Siding menyebutkan, saking
minimnya informasi yang didapat, masih ditemui masyarakat disana (Sungkung dan
sekitarnya) yang tidak tahu berbahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
kecenderungan masyarakat perbatasan dalam mengakses informasi, baik melalui
televisi maupun radio dari negara tetangga, Malaysia. Bahkan untuk
berkomunikasi dengan Handphone (HP) saja sangat kesulitan, terutama bagi
sebagian besar masyarakat di Kecamatan Siding. Sementara masalah paling kentara
lainnya adalah masalah mengenai tapal perbatasan antara kedua negara yang
sewaktu-waktu bisa menjadi bencana besar.
Acoi
(47), salah seorang warga perbatasan Indonesia-Malaysia di Jagoi Babang,
Bengkayang mengakui bila hingga saat ini kondisi diperbatasan dimana tempatnya
menetap dan mencari penghidupan masih belum mendapatkan perhatian yang maksimal
dari pemerintah. Terutama berkaitan dengan kondisi jalan yang dilaluinya saban
hari. Keluhan Acoi ini tak lepas dari kesehariannya yang bekerja sebagai tukang
ojek. Ia mengatakan kondisi yang berbeda terjadi pada negera tetangga, Malaysia
dimana kondisi jalan mereka begitu mulus. Namun dilain pihak, Acoi juga sangat
menyayangkan pihak yang tidak mampu memaksimalkan upaya pembangunan
didaerahnya.
“Ada
proyek air bersih yang diadakan di Kecamatan Jagoi tahun 2010 yang sampai
sekarang tidak dinikmati masyarakat sekitar,” terangnya.
Pipa
itu seharusnya diharapkan mampu memenuhi pasokan air bersih bagi masyarakat
setempat, namun pembangunan yang ada hanya sebatas untuk meraup keuntungan
semata. Kejadian itu menurutnya sebagai salah satu kendala mempercepat
pembangunan di daerah perbatasan.
Legislator
asal Partai Demokrat, Egarius, menyebutkan perlunya campur tangan semua
tingkatan mulai dari tingkat pusat hingga kecamatan dalam mengembangkan daerah
perbatasan. Adanya program-program yang dicanangkan pemerintah pusat, khususnya
Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan mesti direncanakan sebaik mungkin dengan
melihat dan mendengarkan permasalahan yang dihadapi masyarakat perbatasan sebab
masing-masing daerah tersebut memiliki permasalahan yang berbeda sehingga
penanganan yang dilakukan juga berbeda.
“Perlu
koordinasi yang baik antara semua unsur, sebab bila tidak, rencana pembangunan
yang dijalankan akan sulit menyentuh kepentingan masyarakat,” tandasnya.
0 Response to "Kurang Diperhatikan, Daerah Perbatasan Tertinggal"
Posting Komentar