REVIEW BUKU IKA NATASSA "CRITICAL ELEVEN"
JUDUL BUKU : CRITICAL ELEVEN
BUAH KARYA : IKA NATASSA
REVIEW
Novel ini mengisahkan tentang
pertemuan dua insan dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tokoh yang dimaksud
adalah Aldebaran Risjad dan Tanya Baskoro. Diceritakan dalam novel ini dimana
kedua tokoh yang dimaksud sepanjang perjalanan yang dihabiskan di dalam pesawat
ini merupakan kali pertama mereka duduk dengan lawan jenis. Sementara
penerbangan yang sebelumnya masing-masing dari mereka selalu duduk berdampingan
dengan kakek-kakek, ibu-ibu, bahkan anak kecil. Dan ini merupakan kali pertama
seorang Ale merasa nyaman ngobrol bersama seorang perempuan hingga akhirnya
mereka bersenda-gurau, saling berbagi cerita, dan merasa ingin memiliki
perempuan itu seutuhnya hanya dalam waktu singkat.
Namun, setelah pertemuan mereka saat
penerbangan Jakarta-Sydney itu, mereka jarang berkomunikasi. Hal ini terjadi
karena masing-masing dari mereka memiliki kesibukan, Ale dengan profesi tukang
minyaknya dan Anya sebagai konsulat. Terbang dari satu kota ke kota lainnya
dalam waktu singkat merupakan hal yang biasa bagi mereka. Sehingga pesawat
merupakan satu diantara tempat favorit mereka.
Setelah yakin Anya adalah sosok yang
mampu menjadi pendamping untuk seorang Aldebaran Risjad. Maka ia pun
mengumpulkan keberanian untuk melamar seorang Tanya Baskoro setelah beberapa
kali menonton bioskop bareng, menemani Anya menyelesaikan tugasnya, bahkan
sekedar untuk nyantai sambil makan Ketoprak Ciragil. Meski Ale memang telah
berniat untuk melamarnya dari awal pertemuan tetapi untuk mengumpulkan nyali
melamar seorang Anya perlu beberapa waktu dan kesiapan jikalau kemungkinan
lamaran seorang Ale ditolak.
Akhirnya, ketika berada di Jakarta
Ale menanti moment yang tepat untuk melamar seorang Tanya Baskoro. Namun,
selalu saja ia tidak memiliki nyali yang cukup untuk melakukannya. Dan tepat
ketika Ale harus berangkat untuk urusan kerja dengan diantar Pak Sudi dan Anya
barulah Ale mengutarakan perasaannya dan melamar Anya. Dengan nada pelan namun
tegas lamaran Ale pun diterima.
Setelah sebulan kemudian, mereka
menikah dan tinggal di rumah yang telah di bangun oleh Ale sebelumnya. Dengan
ditemani pembantu rumah (Titin), sopir pribadi (Pak Sudi), dan si anjing Jeki
terkadang Anya harus melalui kesehariannya dengan sederetan tugas tanpa seorang
Ale disamping. Ini merupakan konsekuensi yang harus dihadapi saat ia menjatuhkan
komitmen menerima lamaran seorang tukang minyak, Aldebaran Risjad. Bahkan, saat
Anya mengandung anak sulungnya ia pun harus lali dengan kesendirian tanpa sosok
suami disamping.
Seiring waktu berjalan, usia
kandungan Anya semakin bertambah. Namun, Anya dengan segala kesibukan tak
sedikit pun mengurangi rutinitas profesinya sebagai konsulat. Sementara Ale
jarang pulang ke Jakarta, dan terkadang menelepon dan swype untuk mengobati
rasa rindu dengan istri dan calon buah hati. Tapi, disela-sela kesibukan Ale selalu
menyempatkan pulang ke Jakarta untuk beberapa waktu. Bahkan ia dengan
antusiasme merancang sendiri kamar untuk Ale junior.
Ale junior tumbuh sehat, sesekali ia
menendang-nendang sebagai ekspresi rasa senang. Begitupun juga ketika ayah Ale
junior swype atau sekedar menelepon dari kejauhan si Ale junior akan
menendang-nendang sebagai responnya atas percakapan sang ayah. Hingga akhirnya
Ale menyampaikan nama untuk calon buah hati berkenaan telah diketahui jenis
kelaminnya laki-laki dan sebenarnya nama itu memang telah lama ia siapkan.
Namanya ialah Aidan Athailah Risjad yang artinya bayi yang penuh semangat, ia
pun menendang-nendang dengan lincahnya.
Penantian yang semestinya bahagia
berganti menyedihkan saat dimana Anya tidak merasakan tendangan-tendangan kecil
dari Aidan di jabang perutnya. Maka ia pun memeriksakan diri ke rumah sakit
terdekat disusul oleh Ale kemudian. Sesampainya di rumah sakit Anya dan Ale
harus menerima kenyataan pahit bahwa Ale junior lahir dalam keadaan sudah
meninggal.
Hari-hari yang dilalu Ale dan Anya
terasa sangat berat. Dimana mereka hanya diberikan kesempatan untuk bermanja
dan berkomunikasi saat Aidan di dalam kandungan. Dan saat yang paling
menyedihkan, dimana Ale hanya berkesempatan memakainya dengan balutan kain
putih tanpa sempat memakaikannya baju dan kaos yang telah ia siapkan sebelum
kelahiran Aidan. Kehidupan mereka terasa sangat hancur, dengan segudang harapan
sirna seketika saat kepergian Aidan.
Bagi pasangan yang baru mengimpikan
kehadiran malaikat kecil di tengah keluarga sangat tidak mudah menerima
kenyataan atas kepergian malaikat kecil itu untuk selamanya. Begitupun Ale dan
Anya. Ale secara tidak sengaja mencetuskan kalimat “coba kamu tidak terlalu
sibuk pasti Aidan masih ada di tengah-tengah keluarga kita” sontak Anya yang
sememangnya sedih dan bersalah merasa tidak ada orang yang mampu mempercayai
dan mendukungnya sekalipun itu suaminya sendiri. Orang yang telah ia pilih
untuk mengarungi bahtera rumah tangga, Aldebaran Risjad.
Sejak saat itu hubungan mereka
renggang dalam waktu lama, tidur berasingan, tinggal serumah namun tidak saling
menyapa, dan masing-masing mereka dengan pemikiran mereka mengontrol rasa sedih
dan kecewa dengan cara masing-masing. Tapi hebatnya, saat berada di
tengah-tengah keluarga Anya dan Ale ataupun teman-teman mereka akan terlihat
tidak ada masalah. Enam bulan lamanya, mereka uring-uringan. Hingga akhirnya
Ale mencoba untuk mengambil hati seorang Anya namun gagal berulang kali pula. Anya
dengan sosok wanita yang lemah namun masih belum bisa percaya sepenuhnya pada
seorang Ale. Dan Ale dengan kepribadiaan yang penuh percaya diri, tatkala
menyadari kesalahannya mencoba untuk memperbaiki hubungan mereka. Ia yakin
mampu mengembalikan kepercayaan Anya padanya.
Tetapi keyakinan yang dibangun oleh
seorang Ale adakalanya harus dipertanyakan, saat ia benar-benar tak mampu
membendung hati menahan kerinduan pada sosok yang sangat dicintainya. Hingga ia
naik pitam saat hari ulang tahunnya ia menemukan catatan kecil berkaitan
hubungan mereka dari Anya bahkan ketakutan itu mengalahkan pesta yang sudah
dipersiapkan untuknya. Sontak ketika ia tidak menemukan sosok Anya di
tengah-tengah keluarga dan tamu undangan, matanya nanar dan tingkahnya tidak
keruan lantas ia berlari keluar dengan maksud ingin mencari sosok Anya. lalu,
ketakutannya pun sirna saat menemukan sosok perempuan berdiri dengan mengenakan
gaun putih. Perempuan itu ialah Tanya Baskoro Risjad. Dengan nafas yang tak
beraturan Ale memeluk Anya, kemudian menerima jam tangan sebagai hadiah dari
istrinya. Kemudian bergabung dengan keluarga Anya dan Ale di perayaan pesta
ulang tahun Ale.
Setelah selesai merayakan pesta, Ale
dan Anya pulang ke rumah dengan mobil yang berasingan. Anya pulang dengan naik
taksi dan Ale mengendarai mobil sendiri. Anya tiba di rumah lebih awal beberapa
menit dari Ale. Kedatangannya di sambut gonggongan dan elusan manja dari si
anjing Jaki. Setelah itu menyusul kedatangan Ale. Ale yang sejak dari tadi
ingin merasakan kasih sayang dari Anya sontak langsung mendekap tubuh Anya dan
di balas dengan hal serupa oleh Anya. mereka berdua menghabiskan malam bersama
di satu kamar setelah sekian lama tidur berasingan. Saat terbangun di pagi
harinya Ale merasa menjadi lelaki yang telah sempurna lagi. Namun, ketika
terbangun ia tidak menemukan sosok Anya. ia pun berpikir Anya telah berangkat
ngantor. Ia tersenyum melihat sosok Anya telah kembali sebelum ia mengalami
masalah besar. Anya menyiapkan pakaian ganti, handuk, dan hp yang tersimpan di
dekatnya. Setelah selesai mandi Ale menuju dapur untuk makan. Dan betapa
kagetnya dia ternyata istrinya berangkat ke Singapura tanpa ia tahu sebelumnya.
Ingin sekali ia menyusul namun ia tidak mendapatkan tiket pesawat.
Tetapi sepulang Anya dari Singapura
masalah yang sama terjadi lagi. Dimana Anya dengan perasaannya yang belum
sepenuhnya pulih dan entah kapan ia bisa menerima dengan ikhlas dan memaafkan
kesalahan Ale. Anya meminta untuk tidur berasingan lagi dengan dalih ia masih
belum bisa mempercayai orang yang telah menuduh dirinya sebagai pembunuh.
Tetapi Ale bersikeras menolak permintaan Anya untuk kali ini dengan alasan
mereka sudah terlanjur dekat namun kenapa harus memulainya dari nol lagi. Dan
perdebatan serta perselisihan paham ini berakhir dengan uring-uringan, saling
diam-diaman, dan pisah ranjang. Ale yang dengan sisa waktunya 29 hari di
Jakarta dihabiskan dengan mengantar adiknya, menemani ayahnya ke kebun kopi,
menjaga keponakannya. Pokoknya semua hal yang berguna untuk orang lain. Meski
dalam hati kecilnya selalu terbesit “laki-laki macam apa kamu ini berguna untuk
orang lain tapi tidak untuk istrimu sendiri???”. Hingga akhirnya sambil
mengutak-atik ligo keponakannya dengan sejuta lamunan yang memenuhi otaknya ia
tak sadar keponakan yang menanti minta dipasangkan ligo telah tertitur. Ia pun
berinisiatif mengantar keponakannya kepada orangtuanya, namun saat di lift ia
melihat keluarga kecil dengan istri, suami, dan anak yang digendong tersenyum
dengan penuh cinta. Ale pun membayangkan senyum Anya saat ia masih akur dulu.
Namun, lamunannya buyar saat ia sadar kepalanya mengeluarkan cairan merah yang
membuat ia tak sadarkan diri.
Syukurnya, saat kejadian kebetulan
orang yang berpapasan dengan Ale adalah dokter. Maka Ale pun secepatnya
dilarikan ke rumah sakit. Pihak keluarga dan teman terdekat mencoba menghubungi
Anya untuk memberitahu hal itu. Namun, tak satupun panggilan yang di jawab
Anya. Akhirnya ia pun mengirim pesan singkat yang isinya berkaitan kemalangan
yang menimpa Ale dan alamat di rumah sakit mana Ale dirawat. Setelah
menyelesaikan meeting Anya barulah melihat hp-nya dan membaca pesan yang
beberapa saat yang lalu diterimanya. Ia pun dengan gemetaran langsung menyusul
alamat yang dimaksud. Sesampainya di rumah sakit ia menemukan keluarga dan
teman dekatnya telah ada di sana. Anya sangat mengkhawatirkan kondisi Ale,
hingga ia tidak nyenyak tidur karena harus bolak-balik kamar untuk mengecek
kondisi Ale. Dan keesokan paginya setelah menyiapkan sarapan dan obat yang
harus diminum oleh Ale, Anya pun berangkat ngantor. Namun, saat ia berada di
kantor tiba-tiba Ale merasa penglihatannya gelap dan tak sadarkan diri lalu ia
pun dilarikan ke rumah sakit. Dan alhamdulillah ternyata Anya hamil unuk yang
kedua kalinya. Ia pun meluncur menuju pemakaman Aidan untuk kali pertama sejak
kepergian Aidan. butuh waktu lama untuk seorang Anya siap mental menghadapi
kenyataan bahwasanya Aidan si jagoan kecilnya kini hanya berupa gundukan tanah.
Pak Sudi yang sejak awal diamanahkan
oleh Ale untuk melapor jika suatu waktu Anya pergi ke pemakaman Aidan langsung
menghubungi Tini dan meminta berbicara dengan Ale secara langsung. Mendengar
informasi tersebut dengan sigap dan tangkas tanpa peduli kepala yang diperban
Ale meluncur menyusul Anya ke pemakaman Aidan. Setelah sampai disana ia
menemukan Anya menangis sambil memeluk nisan Aidan. Ale memberanikan diri
mendekat sambil berkata “saya tidak akan membiarkan kamu sendiri Nya, kita akan
hadapi ini sama-sama. Sekalipun kamu memintaku beribu kali untuk menjauh tapi
percayalah seribu kali juga ku kan mencoba untuk mendekap dan meringankan
permasalahanmu”. Dengan tenang Anya menangis di pundak Ale dan membiarkan
perasaannya tenang dalam dekapan Ale. Setelah itu Anya menyampaikan berita
gembira berkaitan dengan kehamilannya, Ale menyambut dengan suka cita. Dan
mereka kembali hidup bahagia dan memiliki harapan lagi.
Keunggulan buku
Buku
ini sangat bagus untuk dibaca di mana isi keseluruhan sangat menginspiratif, dengan
bahasa yang sangat sederhana sehingga mudah di pahami. Penggambaran critical
eleven (sebelas menit paling kritis) sangat tergambar dari prahara rumah tangga
antara Ale dan Anya. selain itu, buku ini juga menarik dimana permasalahan
utama dijelaskan menurut persepsi masing-masing dari tokoh Ale dan Anya
sehingga menimbulkan kesan penasaran dan ending yang susah di tebak dari
pembaca yang bersangkutan.
Kelemahan buku
Kelemahan
buku ini terletak dari bahasa dan topik yang di bahas. Sehingga pembahasan dan
topik yang diangkat ini kurang relevan untuk remaja apalagi anak-anak. Terkait
hal ini remaja yang usianya kurang dari dua puluh tahunan tidak akan mengerti
mengenai prahara rumah tangga. Disamping itu, bahasa yang digunakan juga
terlalu vulgar.
0 Response to "REVIEW BUKU IKA NATASSA "CRITICAL ELEVEN""
Posting Komentar